40 Nasehat Memperbaiki Rumah
Tangga
oleh : Syaikh
Muhammad Shalih Al-Munajjid
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan, serta ampunanNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu-nafsu
kita dan dari kejahatan amal perbuatan
kita. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah maka
tidak ada yang bisa menyesatkannya dan
barangsiapa yang disesatkan oleh
Allah maka tak seorangpun yang bisa
menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Rumah Adalah Nikmat
Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman :
"Dan sesungguhnya Allah menjadikan bagimu
rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal."
(An-Nahl : 80)
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata:
"Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan kesempurnaan nikmatNya atas hambaNya, dengan apa
yang Dia jadikan bagi mereka rumah-rumah
yang merupakan tempat tinggal mereka. Mereka kembali
kepadanya, berlindung dan memanfaatkannya
dengan berbagai macam manfaat"1.
Banyak sekali kegunaan rumah bagi seseorang. Ia adalah
tempat makan, tidur, istirahat, dan berkumpul
dengan keluarga, isteri dan anak-anak,
juga tempat melakukan kegiatan yang
paling pribadi dari masing-masing
anggota keluarga. Allah berfirman :
"Dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias
dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahiliyah yang dahulu".
(Al-Ahzab :33)
Jika
kita renungkan keadaan orang-orang yang tidak memiliki rumah, yakni orang-orang yang hidup di pengasingan, di emper-emper jalan serta para pengungsi yang terusir di perkemahan-perkemahan sementara, niscaya
kita memahami benar nikmatnya ada di rumah.
Tentu
kita akan terenyuh dan haru mendengar orang
misalnya dia mengatakan : "Saya tidak punya tempat tinggal tetap, terkadang saya tidur di rumah si Fulan, terkadang
di kedai kopi, kebun atau di pantai, lemari
bajuku
ada di dalam mobil."Dengan demikian kitapun akan memahami makna
keberserakan karena tidak memiliki tempat tinggal atau
rumah.
Ketika
Allah menyiksa orang-orang Yahudi Bani Nadhir, Allah mengambil
dari mereka nikmat rumah ini, Allah mengusir mereka dari kampung
halaman mereka. Allah berfirman :
"Dialah yang mengeluarkan
orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung
pada saat pengusiran
pertama kali."(Al-Hasyr:2)
Kemudian firmanNya :
"Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka
dengan tangan mereka sendiri dan tangan
orang-orang beriman. Maka
ambillah (kejadian itu) untuk pelajaran,
hai orang-orang yang mempunyai pandangan".
(Al-Hasyr : 2)
Yang Mendorong
Seorang Muslim Memperhatikan ISHLAH
(Perbaikan) Rumahnya
• Menjaga diri dan keluarga dari api Neraka jahannam dan
selamat dari siksa yang menyala-nyala.
Allah berfirman :
"Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api Neraka yang bahan
bakarnya adalah
manusia dan
batu, penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya
kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan".(At-Tahrim
: 6)
• Besarnya tanggung jawab yang dibebankan terhadap pemimpin rumah di hadapan Allah pada hari perhitungan. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
"Sesungguhnya Allah
Ta'ala akan meminta pertanggung jawaban kepada
setiap pemimpin atas apa
yang dipimpinnya, apakah ia menjaga
kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya".
Hadits Hasan, diriwayatkan oleh
An-Nasa'i dalam Isyratun Nisaa', hadits no 292
dan Ibnu Hibban dari Anas dalam
Shahihul Jami' , no.1775; As-Silsilah
Ash-
Shahihah no.1636.
Rumah adalah
tempat menjaga diri dan keselamatan dari berbagai
kejahatan dan menolak dari bahaya manusia
lain; rumah adalah tempat perlindungan ketika terjadi fitnah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
:
"Beruntunglah orang
yang menguasai lisannya
dan lapang rumahnya serta menangis
atas kesalahannya." Hadits Hasan, diriwayatkan oleh
Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jamul
Ausath dari Tsauban dan terdapat dalam
Shahihul
Jami', no.3824. Dan beliau bersabda :
"Lima
hal yang barangsiapa mengerjakan salah satu daripadanya maka
ia akan mendapat jaminan
dari Allah. Yaitu : orang yang menjenguk orang sakit, orang
yang pergi berperang, atau orang yang masuk kepada pemimpinnya dengan maksud
menegurnya atau mengingatkannya, atau ia duduk di
rumahnya sehingga orang- orang selamat
dari (ganggguan)nya dan ia selamat
dari (gangguan) mereka.
Hadits riwayat Ahmad (5/241)
"Keselamatan
seseorang dalam fitnah yaitu
ia senantiasa mendiami
rumahnya."
Hadits
Hasan, diriwayatkan oleh Ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus dari Abu Musa; terdapat
dalam Shahihul jami' no.3543, dan lafazh dalam
Sunan oleh Ibnu Abi 'Ashim, no.1021. Dalam takhrij ia mengatakan
: "Hadits ini shahih ".
Orang muslim akan merasakan faedah ini
ketika ia dalam keadaan
terasing, saat ia tidak bisa mengubah
kemungkaran-kemungkaran yang ada, maka
dia memiliki tempat berlindung
ketika kembali ke rumahnya. Rumah itu akan menjaga dirinya dari
perbuatan dan pandangan yang
dilarang, menjaga isterinya dari tabarruj (pamer kecantikan dan hiasan)
serta
menjaga anak-anaknya dari teman-teman yang jahat.
• Sesungguhnya sebagian besar
manusia
menggunakan waktunya di
dalam rumah, terutama pada musim panas dan dingin yang menyengat, pada
musim
hujan, permulaan dan akhir siang, ketika selesai dari
kerja atau sekolah, karena waktu-waktu tersebut semestinya digunakan dalam ketaatan, jika
tidak tentu akan habis untuk melakukan hal-hal yang dilarang.
• Ini yang terpenting, bahwa perhatian terhadap rumah
merupakan sarana yang paling besar untuk membangun masyarakat
muslim. Karena sebuah masyarakat
ini terdiri dari rumah-rumah. Rumah-rumah adalah unsur dasar suatu masyarakat. Rumah-rumah
itu membentuk suatu perkampungan dan perkampungan-
perkampungan itu adalah masyarakat. Jika
unsur dasarnya baik, niscaya akan
kuatlah masyarakat kita dengan
hukum-hukum Allah, tegar
dalam menghadapi musuh-musuh Allah, memancarkan kebaikan dan tidak
menimbulkan kejahatan.
Dari sebuah rumah
yang Islami akan lahir penopang-penopang perbaikan
bagi masyarakat, berupa
da'i-da'i teladan, penuntut
ilmu, mujahid yang sesungguhnya, isteri shalihah, ibu pendidik dari
unsur pembangun kebaikan lainnya.
Jika sedemikian
penting problem tersebut, sementara rumah-rumah kita penuh dengan kemungkaran
dan kelalaian, meremehkan dan
melampaui batas, maka dari
sini timbul tanda tanya besar:
Apakah Sarana-Sarana
Untuk Memperbaiki Rumah ?
Kepada
para
pembaca, penulis suguhkan jawabannya, nasehat-nasehat
dalam persoalan ini, mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada
kita dengannya, dan mudah-mudahan
Allah mengarahkan semangat putra-putri
Islam untuk membawa risalah (tugas) perbaikan rumah Islami dari awal.
Nasehat ini dimaksudkan untuk
dua hal, mendapatkan maslahat (kebaikan)
yakni dengan amar ma'ruf atau mencegah kerusakan yakni
menghilangkan kemungkaran. Semoga bermanfaat.
Membangun Rumah Tangga
Nasehat (1): Memilih Istri yang
Tepat
Allah berfirman:
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin)
dan hamba- hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin
Allah akan
memampukan mereka
dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya)
lagi Maha Mengetahui." (An-Nur:
32).
Hendaknya seseorang memilih isteri shalihah dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
"Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin,
merana)".
Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132.
"Dunia semuanya adalah
kesenangan, dan
sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah''.
Hadits riwayat Muslim
(1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat An-Nasa'i dari Ibnu Amr,
Shahihul Jami', hadits no.3407
"Hendaklah salah
seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat".
Hadits riwayat Ahmad (5/282), At-Tirmidzi dan
Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul
Jami', hadits no. 5231
Dalam riwayat lain disebutkan :
"Dan
isteri shalihah yang
menolongmu atas persoalan
dunia dan agamamu adalah
sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia".
Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam Asy-Syu'ab
dari Abu Umamah. Lihat Shahihul
Jami', hadits no. 4285
"Kawinilah
perempuan yang penuh cinta dan yang
subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan
banyaknya jumlah kalian di antara para
nabi pada hari Kiamat."
Hadits riwayat
Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan
dalam Irwa 'ul Ghalil, "Hadits
ini shahih", 6/195
"(Nikahilah) gadis-gadis,
sesungguhnya mereka lebih banyak
keturunannya, lebih manis tutur katanya dan
lebih menerima dengan sedikit (qana'ah)".
Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam
As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No.
623
Dalam riwayat lain disebutkan :
"Lebih sedikit tipu dayanya".
Sebagaimana wanita shalihah adalah
salah
satu dari empat sebab kebahagiaan maka sebaliknya
wanita yang tidak shalihah adalah
salah satu dari empat penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits
shahih:
"Dan
di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah, engkau memandangnya lalu engkau kagum dengannya, dan
engkau pergi daripadanya tetapi engkau merasa aman dengan
dirinya dan hartamu. Dan di antara
kesengsaraan adalah wanita yang
apabila engkau memandangnya
engkau
merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata
kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya engkau
tidak merasa aman atas dirinya
dan hartamu"
Hadits riwayat Ibnu Hibban dan lainnya, dalam As-Silsilah Ash- Shahihah, hadits
no. 282
Sebaliknya,
perlu memperhatikan dengan seksama keadaan orang yang meminang
wanita muslimah tersebut, baru mengabulkannya
setelah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
"Jika
datang kepadamu seseorang
yang engkau rela terhadap akhlak dan agamanya maka
nikahkanlah, jika tidak kamu
lakukan niscaya akan terjadi
fitnah di bumi dan kerusakan yang besar".
Hadits riwayat Ibnu Majah 1967, dalam As-Silsilah
Ash-Shahihah, hadits no. 1022
Hal-hal di atas perlu dilakukan dengan misalnya bertanya, melakukan
penelitian, mencari informasi dan
sumber- sumber berita terpercaya
agar tidak merusak dan menghancurkan rumah tangga yang bersangkutan."
Laki-laki shalih
dengan wanita shalihah akan mampu
membangun rumah tangga yang baik, sebab
negeri yang baik akan keluar tanamannya dengan izin Tuhannya, sedang
negeri yang buruk tidak akan keluar
tanaman daripadanya kecuali dengan susah payah.
Nasehat (2): Upaya Membentuk (Memperbaiki) Isteri.
Apabila
isteri adalah wanita shalihah maka
inilah kenikmatan serta anugerah
besar
dari Allah Ta'ala. Jika tidak
demikian, maka kewajiban kepala rumah tangga adalah mengupayakan perbaikan.
Hal itu bisa terjadi karena beberapa keadaan. Misalnya, sejak
semula ia memang menikah dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki agama, karena
laki-laki tersebut dulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama. Atau ia menikahi wanita tersebut dengan harapan kelak ia bisa memperbaikinya, atau
karena tekanan keluarganya. Dalam keadaan seperti ini ia harus benar-benar berusaha sepenuhnya sehingga bisa melakukan
perbaikan.
Suami
juga harus memahami dan menghayati benar, bahwa persoalan
hidayah (petunjuk) adalah hak Allah. Allah-lah yang
memperbaiki. Dan di antara karunia Allah atas hambaNya Zakaria adalah sebagaimana
difirmankan:
"Dan Kami perbaiki
isterinya". (Al-Anbiya': 90).
Perbaikan
itu baik berupa perbaikan fisik maupun agama. Ibnu Abbas
berkata: "Dahulunya, isteri Nabi Zakaria adalah mandul, tidak bisa melahirkan maka Allah
menjadikannya bisa melahirkan". Atha' berkata: Sebelumnya,
ia adalah panjang lidah, kemudian
Allah memperbaikinya".
Beberapa Metode
Memperbaiki Isteri:
Memperhatikan
dan meluruskan berbagai
macam ibadahnya kepada
Allah Ta'ala. Kupasan dalam masalah ini ada dalam pembahasan berikutnya.
Upaya meningkatkan keimanannya,
misalnya:
• Menganjurkannya bangun malam untuk shalat tahajjud
• Membaca Al Qur'anul Karim.
• Menghafalkan dzikir dan do'a pada
waktu dan kesempatan tertentu.
• Menganjurkannya melakukan
banyak sedekah.
• Membaca buku-buku
Islami yang bermanfaat.
• Mendengar rekaman kaset yang bermanfaat, baik dalam soal keimanan
maupun ilmiah dan terus mengupayakan tambahan koleksi kaset yang
sejenis.
• Memilihkan teman-teman
wanita shalihah baginya sehingga bisa menjalin ukhuwah
yang kuat,
saling bertukar pikiran dalam masalah-masalah agama
serta saling mengunjungi
untuk tujuan yang baik.
• Menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya. Misalnya dengan menjauhkannya dari
Aspek KeImanan Di Rumah
Nasehat (3): Jadikanlah
Rumah sebagai Tempat Dzikrullah (Mengingat Allah)
Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam bersabda:
"Perumpamaan
rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan
rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah
(laksana)
perumpamaan antara yang hidup
dengan yang mati". Hadits riwayat Muslim dan Abu Musa 1/539,
cet. Abdul Baqi
Karena itu rumah harus dijadikan
sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca
shalawat dan Al-Qur'an,
atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca buku-buku lain yang bermanfaat.
Saat ini
betapa banyak rumah-rumah
umat Islam yang mati karena tidak ada dzikrullah di dalamnya, sebagaimana disebutkan oleh
hadits di atas. Dan apatah lagi manakala
yang menjadi dendangan di dalam rumah
itu adalah syair-syair dan lagu-lagu setan, menggunjing, berdusta dan
mengadu domba?
Apatah lagi jika rumah-rumah itu penuh dengan kemaksiatan dari kemungkaran, seperti ikhtilath (campur baur dengan
lawan jenis) yang diharamkan, tabarruj (pamer kecantikan dan
perhiasan) di antara kerabat yang
bukan mahram atau kepada tetangga yang masuk ke rumah?
Bagaimana mungkin
malaikat akan masuk ke dalam rumah dengan keadaan seperti itu? Karena itu hidupkanlah rumahmu dengan
dzikrullah! Mudah-mudahan Allah merahmatimu.
Nasehat (4): Jadikan Rumahmu sebagai Kiblat.
Maksudnya, menjadikan rumah sebagai tempat beribadah.
Allah berfirman:
"Dan
Kami wahyukan kepada Musa
dan saudaranya: "Ambillah
olehmu berdua beberapa buah rumah
di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan
jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu sebagai kiblat dan
dirikanlah shalat serta gembirakanlah orang-orang
yang beriman". (Yunus: 87).
Ibnu
Abbas berkata: "Maksud disuruh
menjadikan rumah-rumah mereka sebagai
kiblat yaitu mereka diperintahkan menjadikan
rumah-rumah itu sebagai masjid-masjid (tempat beribadah)".
Ibnu
Katsir berkata: "Hal ini seakan-akan - Wallahu a'lam
- ketika siksaan dan tekanan Fir'aun beserta
kaumnya semakin menjadi-jadi atas mereka,
maka mereka disuruh untuk
memperbanyak shalat sebagaimana firman Allah Ta'ala :
"Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu".(Al-Baqarah:
153).
Dalam hadits:
"Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menghadapi
suatu kesulitan, maka
beliau melakukan shalat". Tafsir
Ibnu Katsir, 4/224.
Hal ini menegaskan
betapa pentingnya ibadah di dalam rumah-rumah,terutama dalam waktu-waktu lemah dan
tertindas, demikian pula dalam beberapa
kesempatan manakala umat Islam
tidak mampu menampakkan shalat
mereka di hadapan orang-orang kafir. Dalam
hal ini kita juga perlu mengenang
kembali mihrab Maryam, yakni tempat peribadatan beliau, sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah Ta'ala:
"Setiap Zakaria
masuk untuk menemui Maryam di Mihrab ia
dapati makanan di sisinya". (Ali lmran : 37)
Para sahabat juga amat
memperhatikan masalah shalat
di dalam rumah mereka selain shalat fardhu. Sebuah kisah di bawah ini menarik sebagai pelajaran bagi
kita :
"Dari Mahmud
bin Ar-Rabi' Al-Anshari, bahwasanya Itban bin Malik - dia adalah salah
seorang Sahabat Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam yang
ikut serta dalam perang Badar,
dari kaum Anshar - ia datang kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam lalu
berkata: "Wahai Rasulullah!, pandanganku telah menipu tapi aku
tetap shalat bersama kaumku, apabila turun hujan, mengalirlah
air di lembah (yang memisahkan)
antara aku dengan mereka sehingga aku (tak) bisa datang ke masjid mereka dan shalat bersama-sama, aku sangat
ingin wahai Rasulullah, jika engkau datang kepadaku dan
shalat di dalam rumahku sehingga aku menjadikannya sebagai
mushalla (tempat shalat)".
Ia berkata: "Maka Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam
bersabda kepadanya:
"Akan aku lakukan Insya Allah"." Itban
berkata: "Maka berangkatlah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dan Abu Bakar ketika siang (nampak) meninggi, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam meminta
izin, lalu aku mengizinkan kepada beliau, beliau tidak duduk
sebelum masuk ke dalam
rumah lalu beliau berkata: "Di bagian mana engkau suka aku melakukan shalat dari rumahmu?" . "Ia berkata:
"Maka aku tunjukkan kepada
beliau suatu arah dari rumahku, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam berdiri
kemudian bertakbir, lalu kami semua berdiri membentuk barisan,
dan Nabi Shallallahu
alaihi wasalam shalat dua
rakaat kemudian salam".
Dalam
memetik pelajaran dari hadits di atas, Ibnu Hajar
berkata: "Di situ merupakan pelajaran,
agar kita menggunakan tempat tertentu untuk melakukan shalat dalam
rumah. Adapun larangan untuk menjadikan
tempat tertentu dalam masjid adalah hadits Abu Daud, dan itu jika
ia lakukan untuk riya' atau yang sejenisnya. Menjadikan tempat tertentu dalam rumah untuk shalat
bukan berarti menjadikan tempat
tersebut sebagai wakaf
- tidak berlaku padanya hukum wakaf - meski secara umum dikategorikan
dengan nama masjid.
Nasehat (5): Pendidikan Keimanan
untuk Anggota Keluarga.
Dari Aisyah radhiallahu anha ia berkata:
Suatu
ketika Rasullah Shallallahu
alaihi wasalam, mengerjakan shalat
malam, ketika
akan witir beliau mengatakan: "Bangunlah, dan dirikanlah shalat witir
wahai Aisyah!".
"Allah
mengasihi laki-laki yang bangun malam kemudian shalat lalu
membangunkan isterinya
sehingga shalat, jika tidak mau
ia memerciki wajahnya dengan
air".
Hadits riwayat Muslim,
Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi, 6/23
Membiasakan dan menganjurkan para isteri
dengan sedekah adalah sesuatu yang bisa menambah iman, ia
adalah perkara agung yang dianjurkan
oleh Rasulullah Shallallahu alaihi
wasalam dengan sabdanya:
"Wahai segenap
wanita, bersedekahlah kalian.
Sesungguhnya aku melihat bahwa kalian adalah sebanyak-banyak penduduk Neraka".
Hadits riwayat Ahmad dan Abu Daud; Shahihul jami' , hadits no.3488
Di antara ide
yang bagus adalah dengan meletakkan kotak amal
di dalam rumah untuk orang-orang miskin, sehingga setiap
uang yang masuk di dalamnya menjadi hak bagi orang-orang yang membutuhkannya, karena itulah tempat dana mereka di dalam rumah orang muslim. Jika anggota
keluarga melihat seorang
panutan yang membiasakan puasa pada
ayyaamul biidh (pertengahan setiap bulan
Qamariyah, yaitu tanggal 13, 14, 15), hari Senin dan Kamis, hari
Asyura, hari Arafah, pada banyak hari di bulan Muharram
dan Sya'ban, niscaya akan
mendorong anggota keluarga
yang lain untuk mengikutinya.
Nasehat (6): Perhatian
pada Do'a-do'a yang Disyari'atkan dan Sunnah -sunnah yang
Berkaitan dengan Rumah.
Di antara contohnya yaitu:
Do'a masuk rumah:
Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Jika seorang laki-laki masuk ke dalam rumahnya
kemudian menyebut nama Allah
Ta'ala ketika dia masuk dan
ketika
makan, setan berkata:
"Kamu tidak punya (jatah) tempat tidur
dan tidak pula (jatah) makan di sini". Dan
jika ia
masuk dan tidak menyebut nama Allah
ketika ia masuk, maka
setan berkata: "Kamu mendapatkan (jatah) tempat tidur".
Dan jika tidak menyebut nama Allah ketika makan, setan
berkata: "Kamu mendapat
(jatah) tempat tidur dan makan"."
Hadits riwayat Imam Ahmad, Al-Musnad, 3/346 dan
Muslim, 3/1599
Do'a keluar rumah:
Dalam Sunan,
Abu Daud meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya
kemudian mengatakan:
"Bismillaahi Tawakkaltu
'alallaahi Laa hawla walaa quwwata
illaa billaahi"
"Dengan
Nama Allah, aku bertawakkal (menggantungkan diri)
kepada Allah, tidak ada daya dan
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah", niscaya akan
dikatakan kepadanya: "Cukuplah bagimu, engkau
telah diberi petunjuk, engkau
telah dicukupi dan dijaga ",
sehingga setan menyingkir
daripadanya. Lalu setan lain berkata kepadanya:
"Bagaimana kamu dapat (menggoda) laki-laki
yang telah ditunjuki, dicukupi
dan dijaga?"."
Hadits riwayat Abu Daud no. 5095, At-Tirmidzi No. 3426. Dalam Shahihul Jami', hadits no. 499.
Siwak:
Dalam Shahihnya,
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah
radhiyallah 'anha, bahwasanya ia berkata: "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jika masuk rumahnya beliau memulai
dengan siwak".
Shahih Muslim, kitab Ath-Thaharah, bab
15, no. 44.
Nasehat (7):Rutin Membaca Surat
Al-Baqarah di Rumah untuk Mengusir Setan.
Hadits-hadits
dalam hal ini di antaranya: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian
jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya
surat Al-Baqarah".
Shahih Muslim,
cet.Abdul Baqi, 1/539
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Bacalah surat
Al-Baqarah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya setan itu tidak masuk
ke dalam rumah yang dibaca di dalamnya surat Al-Baqarah".
Hadits riwayat Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak,
1/561; dan dalam Shahihul
Jami ', hadits no.1170
Tentang keutamaan dua
ayat terakhir dari surat Al-Baqarah
serta pengaruh membacanya bagi rumah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah
Ta'ala menulis suatu
kitab sebelum Ia menciptakan langit dan
bumi sekitar 2000 tahun, Ia
berada
di atas Arsy, dan menurunkan dua ayat penutup (terakhir) dari surat Al-Baqarah.
Dan tidaklah setan mendekat rumah
yang dibacakan di dalamnya kedua ayat tersebut selama tiga malam".
Hadits riwayat Imam Ahmad di dalam As-Sunnah 4/274
dan selainnya; dalam Shahihul Jami' hadits no. 1799
Ilmu Agama Di Rumah
Nasehat (8): Pengajaran Anggota Keluarga
Mengajar adalah kewajiban yang mesti dilakukan oleh pemimpin
keluarga, sebagai realisasi
dari perintah Allah
Ta'ala:
"Wahai
orang-orang
yang
beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu".(At-Tahrim : 6)
Ayat di atas merupakan
dasar
pengajaran dan pendidikan anggota keluarga, memerintah
mereka dengan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran.
Di bawah
ini beberapa komentar ahli tafsir
tentang ayat tersebut, yakni
berkaitan dengan kewajiban yang
dibebankan atas pemimpin keluarga.
Qatadah berkata:
"Dia hendaknya memerintah
mereka berbuat taat kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala serta
mencegah mereka dari maksiat kepadaNya, hendaknya menjaga mereka untuk melakukan apa yang
diperintahkan oleh Allah dan membantu mereka
di dalamnya. Maka apabila kamu melihat kemaksiatan, hendaknya engkau menjauhkan mereka daripadanya dan
memperingatkan untuk tidak melakukannya".
Adh-Dhahhak dan
Muqatil berkata: "Merupakan
kewajiban setiap muslim,
mengajarkan keluarganya
dari kerabat dan hamba sahayanya akan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dan apa yang dilarangNya".
Ali radhiyallah 'anhu berkata:
"Ajari dan didiklah
mereka''.
Al-Kiya
At-Thabari berkata: "Kita hendaknya mengajari anak-anak dan
keluarga kita masalah agama dan
kebaikan, serta apa-apa
yang penting dan dibutuhkan dalam persoalan
adab dan akhlak".
Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan kita mengajari
wanita-wanita hamba sahaya yakni bukan orang-orang merdeka,
maka apatah lagi halnya dengan anak-anakmu
dan keluargamu yang merdeka?"
Imam
Bukhari dalam Shahihnya, Bab Pengajaran Laki-laki
terhadap Hamba Sahaya Perempuan dan Keluarganya,
menulis hadits:
"Tiga orang yang
mendapat dua pahala: ...
dan seorang laki-laki yang memiliki hamba sahaya perempuan lalu
ia mendidiknya dengan baik, mengajarinya dengan baik, kemudian ia memerdekakannya lalu
menikahinya maka baginya dua pahala."
Dalam penjelasan
hadits di atas,
Ibnu Hajar mengatakan:
"Kesesuaian
hadits dengan tarjamah - maksudnya
judul bab - dalam masalah hamba sahaya perempuan
adalah
dengan nash, dan dalam
masalah keluarga dengan qiyas, sebab perhatian
dengan keluarga yang merdeka dalam soal
pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan sunnah-sunnah
RasulNya adalah sesuatu yang harus
dan pasti daripada perhatian kepada hamba sahaya perempuan".
Karena adanya
kesibukan dan tugas serta
ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan waktu bagi dirinya
sehingga bisa mengajari keluarganya.
Diantara jalan pemecahan dalam persoalan ini yaitu
hendaknya ia mengkhususkan satu
hari dalam seminggu sebagai waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat
lain untuk menyelenggarakan
majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan hari tersebut kepada
segenap anggota keluarga dan
menganjurkan agar menepati dan datang
pada
hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya
maupun kepada anggota keluarga yang lain.
Berikut ini adalah apa yang
terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini.
Imam Bukhari berkata: "Bab: Apakah bagi Wanita
Disediakan Hari Khusus untuk Ilmu?" Lalu menyitir hadits Abu
Said AI-Khudri radhiyallah 'anhu :
"Para wanita berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Kami telah dikalahkan kaum
laki-laki dalam berkhidmat kepadamu.
Karena itu buatlah untuk kami suatu
hari dari dirimu", lalu
Rasulullah menjanjikan mereka suatu
hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka".
Ibnu
Hajar berkata: "Dalam riwayat Sahl bin Abi Shalih dari ayahnya
dari Abu Hurairah mirip dengan kisah
ini, ia berkata; "Perjanjian kalian di rumah Fulanah, maka Rasulullah mendatangi mereka dan memberi ceramah kepada mereka".
Dari
hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan akan pentingnya
pengajaran para wanita di
rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa besar perhatian para sahabat wanita dalam masalah belajar,
juga menunjukkan bahwa mengkonsentrasikan
semangat mengajar hanya
kepada laki-laki dengan meninggalkan
kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da'i dan pemimpin rumah tangga.
Sebagian
pembaca mungkin berkata, misalnya,
kita telah meluangkan
waktu sehari dalam seminggu dan hal itu telah kita kabarkan kepada anggota
keluarga, lalu apa yang akan kita berikan dalam pertemuan (majlis) tersebut? Dan bagaimana pula memulainya?
Sebagai jawaban dari
pertanyaan tersebut, Penulis mencoba
memberikan ide dalam hal ini sehingga menjadi manhaj (program) sederhana untuk mengajar anggota keluarga secara umum dan bagi kaum wanita
secara khusus.
• Tafsir
Al-Allamah Ibnu Sa'di, yaitu Tafsir
Taisirul
Karim Ar-Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan.
Terdiri
dari tujuh jilid, sajian dan bahasannya mudah. Tafsir
ini bisa ditelaah dan dibaca per surat atau semampunya
dalam tiap kali pertemuan.
• Riyaadhus Shaalihiin dengan komentar dan keterangan
serta pelajaran yang bisa
diambil dari tiap
hadits. Dalam hal
ini bisa merujuk pada kitab
Nuzhatul Muttaqiin.
• Husnul Uswah Bimaa Tsabata Anillaahi Waraasuulihi
Fin Niswah, karya Shiddiq Hasan Khan.
Juga
penting untuk diajarkan kepada
wanita beberapa persoalan hukum Fiqh, misalnya hukum bersuci, haid, hukum shalat
dan zakat, puasa dan haji,
jika mereka telah bisa melakukannya. Demikian pula hukum makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, sunnah-sunnah fithrah
dan para mahram, hukum lagu, gambar dan sebagainya.
Diantara rujukan-rujukan penting
dalam masalah-masalah tersebut yaitu fatwa-fatwa
para ulama seperti
Kumpulan Fatwa-fatwa
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan
ulama lain selain mereka, baik itu berupa buku maupun rekaman kaset.
Termasuk dalam kategori jadwal pengajaran
wanita dan keluarga adalah dengan mengingatkan mereka untuk mengikuti
berbagai ceramah umum yang disampaikan oleh para
ulama, atau penuntut ilmu yang terpercaya di bidangnya, jika hal itu memungkinkan. Hal
ini untuk lebih banyak memberikan referensi dan sumber pengajaran, juga untuk
variasi. Selain itu, jangan pula dilupakan masalah mendengarkan siaran bacaan Al-Qur'anul Karim serta menaruh
perhatian kepadanya. Termasuk
dalam
rangka penyediaan sarana pengajaran adalah mengingatkan anggota keluarga pada
hari-hari tertentu agar para wanitanya menghadiri
pameran buku-buku Islami, tetapi dengan memperhatikan syarat-syarat bepergian yang telah diatur agama.
Nasehat (9): Buatlah Perpustakaan di
Rumahmu.
Diantara yang
membantu proses pengajaran bagi keluarga adalah pemberian kesempatan belajar agama
dan menolong mereka untuk mentaati hukum-hukum syari'at dengan
membuat perpustakaan Islami
di rumah, tidak harus besar,
tetapi yang penting bisa menyeleksi buku-buku
penting, menempatkannya di tempat
yang gampang diambil, dan menganjurkan anggota
keluarga untuk membacanya.
Hendaknya di ruang dalam disediakan kamar yang bersih
dan tertib, cocok
untuk meletakkan buku-buku, di kamar tidur, juga di ruang tamu,
sehingga memberi kesempatan kepada anggota
keluarga membaca buku dengan teratur.
Diantara perpustakaan yang
baik dan efisien - dan sungguh Allah menyukai yang baik dan efisien - adalah
hendaknya perpustakaan itu memuat sumber-sumber yang daripadanya bisa dicari pembahasan dan
pemecahan berbagai persoalan, bermanfaat untuk
anak-anak di sekolah, dan hendaknya
pula memuat buku-buku untuk tingkatan yang beragam, juga buku-buku yang cocok untuk
orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan.
Jika
mampu, bisa pula disediakan buku-buku khusus hadiah bagi tamu dan kawan anak-anak serta pengunjung keluarga, dengan
memperhatikan soal cetakan yang
menarik, buku yang telah diteliti dan diedit, serta hadits-
haditsnya telah diperiksa dan diterangkan
secara jelas.
Untuk
mendirikan perpustakaan rumah, bila
perlu dengan memanfaatkan pameran
buku-buku setelah meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada orang yang ahli di bidang perbukuan.
Diantara yang
membantu memudahkan mencari buku-buku yaitu dengan
menertibkan buku-buku sesuai judulnya. Misalnya
buku tafsir di rak tersendiri,
demikian pula hadits, fiqh dan seterusnya.
Salah seorang anggota keluarga hendaknya
ada yang menata daftar buku sesuai dengan abjad dan judul, sehingga akan
memudahkan pencarian buku,
sebab terkadang banyak
orang yang senang membaca buku-buku keislaman menanyakan
nama-nama buku tersebut pada
perpustakaan rumah.
Di bawah ini ada beberapa
usulan dalam masalah buku-buku
penting bagi perpustakaan rumah:
• Tafsir:
Tafsir lbnu Katsir, Tafsir lbnu
Sa'di, Zubdatut Tafsir karya Al-Asyqar, Ushulut
Tafsir karya Ibnu Utsaimin, dan
Lamahaat fii Uluumil Qur'an karya Muhammad Ash-Shabbagh.
• Hadits:
Shahihul Kalimith
Thayyib, Amalul Muslimi fil Yaum wal Lailah,
Riyadhush Shalihin dan keterangannya, Nuzhatul Muttaqin,
Mukhtashar Shahih Al-Bukhari karya Zubaidi, Mukhtashar
Shahih Muslim karya Mundziri dan Al-Albani, Shahihul Jami' Ash-Shaghier,
Dha'iful Jami' Ash-Shaghier, Shahihut Targhib wat Tarhib, As-Sunnah wa
Makaanatuha fit Tasyrii', Qawa'id wa Fawa'id Minal Arba'in
An-Nawawiyyah karya Nazhim Sulthan.
• Aqidah:
Fathul
Majid Syarhu KitabAt-Tauhid dengan tahqiq Arna'uth,
A'laamus Sunnah Al-Mansyurah
karya Al Hakamy,Ma'arijul
Qabuul karya Al—Hakamy, Syarhul Aqidah
Ath-Thahawiyah dengan tahqiq Al-Albani, Silsilatul Aqidah karya Umar Sulaiman Al-Asyqar (8 ]uz),
Asyraatus Saa'ah karya
Dr.Yusuf Al-Wabil.
• Fiqh:
Manaarus Sabil karya Ibnu Dhauyan, Irwaa'ul
Ghalil karya Al-Albani, Zaadul Ma'aad, Al-Mughni karya lbnu
Qudamah, Fiqhus Sunnah, Al-Mulakhkhashul Fiqhi karya Shalih Fauzan, Majmu'atu
Fataawa Al-Ulama (Abdul Aziz bin
Baaz, Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin, Abdullah bin Jibrin), Shifatu Shalatin Nabi karya Al-Albani
dan
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz,
Mukhtashar Ahkamil Jana'iz karya Al-Albani.
• Akhlaq dan Penyucian Jiwa:
Tahdzibu
Madarijis Salikin, Al-Fawa'id, Al-Jawabul Kaafi, Thariqul Hijratain Wa Baabus Sa'adatain,
Al-Wabilush Shayyib Wa Rafi'ul Kalimith Thayyib
karya Ibnul Qayyim, Lathaa'iful Ma'aarif karya lbnu Rajab,
Tahdzibu Mau'idhatil Mukminin, Ghidza'ul Albab.
• Sejarah
dan Biografi:
Al-Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir, Mukhtashar Asy-Syamaa'il
Al Muhammadiyyah karya At-Turmudzi, Ar- Rahiiqul Makhtum,
Al- 'Awaashim minal Qawaashim karya Ibnul Arabi tahqiq Al-Khatib dan Al-Istanbuli, Al-
Mujtama' Al- Madani
(1-2) karya Akram Al-Umari,
Siyaru A'laamin Nubala', Manhaju
Kitaabit Tarikh Al-lslami karya
Muhammad bin Shamil As-Salami.
Di samping itu, masih banyak lagi kitab-kitab di bidang
lain. Misalnya kitab-kitab karya
Imam Mujaddid Asy- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kitab-kitab karya Al-Allamah
Asy-Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As-Sa'di. Juga kitab-kitab Umar
bin Sulaiman Al-Asyqar, Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ismail Al-Muqaddam, Ustadz
Muhammad Muhammad Husein,
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu,
Ustadz Husain Uwaisyah
dalam Raqa'iq, Kitabul Iman karya
Muhammad Na'im Yasin, Al-Wala' wal
Bara' karya Syaikh Muhammad Said
Al-Qahthani, Al- Inhiraafaat Al-Aqadiyah
fil Qarnain Ats-Tsani Asyar
wats Tsalits Asyar karya Ali Az-Zahrani,
Al-Muslimun Wa Dhahiratul Hazimah An-Nafsiyah karya Abdullah Asy-Syabanah, Al-Mar'ah Bainal Fiqhi
Wal Qaanun karya Musthafa As-Siba'i, Al-UsratuI Muslimah Amamal Fiidiyu Wal Tilifiziyun
karya Marwan Kack,
Al-Mar'atul Muslimah I'daaduha Wa Mas'uuliyatuha
karya Ahmad Ababathin, Mas'uuliyatul Ab
Al-Muslim fii Tarbiyati Waladihi karya Adnan Baharits, Hijaabul Muslimah
karya Ahmad Al-Barazi, Wajaa
'a Daurul Majuus karya Abdullah Muhammad
Al-Gharib, juga buku-buku karya Syaikh Bakar Abu Zaid dan Ustadz Masyhur Hasan Salman.
Selain
itu masih banyak lagi buku-buku
yang bermanfaat. Apa yang kami sebutkan di atas hanyalah
sebagai contoh, tidak berarti kami membatasi. Di samping itu, saat ini telah pula merebak kecenderungan buku-buku kecil dan praktis
yang banyak bermanfaat.
Kalau kita catat di sini, tentu tak memungkinkan, karena itu masing-masing hendaknya meminta pendapat orang ahli
dan teliti dalam menyeleksinya. Dan sungguh, barangsiapa yang
dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscaya
Ia akan pahamkan orang
tersebut dalam masalah agama.
Nasehat (10): Perpustakaan Kaset di Rumah.
Tape Recorder
di dalam rumah bisa berfungsi baik
atau jelek. Bagaimana
menjadikan penggunaannya
diridhai oleh Allah ?
Diantara sarana untuk itu adalah menjadikan
koleksi kaset yang ada di dalam rumah
merupakan kaset-kaset Islami
dan baik. Yakni rekaman
dari para ulama, pembaca Al-Qur'an (qari' ), penceramah, pemberi nasehat, khatib dll.
Sungguh, mendengarkan kaset bacaan Al-Qur'an yang khusyu' dari suara
sebagian imam shalat tarawih
misalnya, memiliki pengaruh besar bagi keluarga di rumah. Baik itu pengaruh dari makna yang terkandung di
dalam Al- Qur'an maupun pengaruh terhadap hafalan mereka, karena senantiasa memperdengarkannya kembali, juga pengaruh segi penjagaannya dari pendengaran setan seperti lagu-lagu, sebab
telinga dan hati tidak cocok untuk
bercampur di dalamnya kalamullah dan lagu-lagu setan.
Betapa banyak kaset-kaset fatwa yang memberikan pengaruh dalam pemahaman fiqh anggota keluarga dalam
berbagai persoalan yang mereka hadapi
sehari-hari dalam kehidupan mereka. Di antara yang digagaskan dalam
masalah ini yaitu mendengarkan fatwa-fatwa rekaman dari para ulama seperti fatwa
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani,, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan dan
lain-lain dari ulama yang terpercaya keilmuan
dan agamanya.
Umat Islam hendaknya memperhatikan dari
mana ia mengambil fatwa agama, karena ini adalah urusan agama. Karena itu, lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu. Kita hendaknya
mengambil agama dari orang yang telah dikenal keshalihan dan
takwa serta wara'nya, bersandar kepada hadits-hadits
shahih dan tidak ta'ashub
madzhab, berkata sesuai dengan
dalil, konsisten dengan manhaj wasath (pertengahan),
tidak terlalu ekstrim dan memberatkan, atau terlalu longgar
dan mempermudah, dan dia adalah
orang yang mengetahui
(khabir) terhadap apa yang kita tanyakan.
Allah berfirman:
"(Dialah) Yang
Maha Pemurah, maka tanyakanlah
(tentang Allah) kepada yang
lebih mengetahui (Muhammad)
tentang Dia". (Al-Furqan: 59).
Mendengarkan penceramah yang berdakwah menyadarkan umat, menegakkan dalil dan kebenaran serta menolak kemungkaran adalah sesuatu yang amat penting
dalam pembangunan pribadi di dalam rumah tangga muslim.
Alhamdulillah, kaset-kaset para ulama
itu sangat banyak jumlahnya. Tetapi
yang penting, setiap muslim harus mengetahui ciri-ciri manhaj (metode)
yang benar bagi seorang penceramah sehingga kaset-kasetnya perlu didengarkan dan yang mendengarkan aman karenanya.
Di antara ciri-ciri
itu adalah:
• Penceramah itu
harus berada diatas aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah, setia
kepada sunnah dan meninggalkan bid'ah.
• Hendaknya ia bersandarkan
pada hadits-hadits shahih dan menghindari hadits-hadits
dha'if dan
palsu.
• Hendaknya ia jeli dan peka dengan kondisi sosial
masyarakat serta apa yang mereka alami. Ia harus
bisa meletakkan obat tepat
pada penyakit. Menyampaikan kepada manusia apa yang bermanfaat dan sangat
mereka butuhkan.
• Hendaknya ia berani menyampaikan kebenaran
sesuai dengan kemampuannya
dan tidak berbicara dengan batil.
Kaset-kaset itu perlu diletakkan di laci dengan
tertib sehingga gampang diambil, juga akan menjaga kaset
tersebut dari hilang, rusak, atau dibuat mainan anak-anak. Kaset-kaset yang baik hendaknya kita
usahakan untuk disebarkan melalui peminjaman atau menghadiahkannya untuk orang lain.
Dalam pemanfaatan tape
recorder ini, adalah baik dengan meletakkan
alat tersebut di dapur sehingga akan memberi manfaat kepada ibu rumah tangga, juga di kamar
tidur untuk bisa memanfaatkan
waktu hingga saat terakhir menjelang
kita tidur.
Nasehat (11):
Mengundang Orang-orang Shalih, Ulama, dan para
Penuntut Ilmu ke Rumah.
Firman Allah Ta'ala
:
"Ya
Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke
rumahku dengan beriman dan
semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.
Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim
itu selain kebinasaan". (Nuh :28).
Sungguh
masuknya orang-orang beriman dapat
menambah cahaya bagi rumahmu. Di
samping itu, mengadakan pembicaraan, bertanya dan berdiskusi dengan mereka akan mendatangkan banyak sekali manfaat.
Orang yang membawa
kesturi mungkin akan memberikannya padamu, atau engkau membeli daripadanya, atau
minimal engkau akan dapati daripadanya bau wangi semerbak.
Dengan kedatangan mereka, tentu
ayah,
saudara dan anak-anak
ada yang ikut menyambutnya, sedang para
wanita akan mendengarkannya dari balik
hijab tentang apa yang mereka perbincangkan. Hal itu adalah pendidikan bagi semua. Jika engkau memasukkan suatu kebaikan
maka engkau telah menolak masuknya sesuatu yang jelek
dan kehancuran.
Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum
Syari'at tentang Rumah.
Di antaranya:
Shalat di rumah.
Tentang
shalat
laki-laki, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Sebaik-baik shalat
laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat
wajib."
Adapun shalat-shalat
wajib tersebut maka
wajib dilakukan di masjid, kecuali ada udzur.
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Shalat tathawwu' (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi
(pahala) amalan tathawwu' di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki
secara berjama'ah dengan shalatnya sendirian".
Adapun
bagi wanita, semakin ke dalam tempat shalatnya
dari bagian rumahnya maka semakin
utama. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sebaik-baik shalat kaum
wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya".
Agar
orang lain tidak menjadi imam di rumahnya, dan tidak
boleh duduk seseorang di tempat yang biasa diduduki
oleh pemilik rumah kecuali dengan
izinnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak
boleh seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya".
Maksudnya, tidak boleh maju untuk menjadi imam atas tuan rumah, meski
sebetulnya orang lain lebih baik bacaannya daripadanya, atau
orang yang memiliki kekuasaan
seperti tuan rumah atau imam tetap masjid. Demikian pula seseorang tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah baik itu kursi atau kasur kecuali
dengan izinnya.
Izin
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu
tidak menemui seorangpun di dalamnya
maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan
jika dikatakan kepadamu:"Kembali (sajalah)", maka
hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan". (An-Nur: 27-28).
"Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya".
(Al-Baqarah: 189).
Boleh masuk
ke dalam rumah kosong (yang tidak
berpenghuni) dengan
tanpa izin manakala orang
yang masuk tersebut memiliki barang
di dalamnya, misalnya rumah yang diperuntukkan bagi tamu.
"Tiada dosa
atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk
didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu,
dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa
yang kamu sembunyikan". (An-Nur : 29).
Tidak mengapa makan di rumah kerabat dan
rumah teman-teman serta di rumah orang lain yang kita
memiliki kuncinya, jika mereka tidak membenci hal tersebut.
"Tidak ada halangan
bagi orang buta, tidak
(pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak
(pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka)
di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu
yang
laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di
rumah
saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara
bapakmu yang perempuan, di
rumah saudara ibumu yang laki-laki,
di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu.
Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama
mereka atau sendirian...". (An-Nur: 61).
Melarang
anak-anak dan pembantu masuk ke dalam kamar
tidur ibu bapak, tanpa izin, pada waktu- waktu istirahat (tidur).
Yaitu sebelum
shalat subuh, waktu tidur siang,
setelah shalat Isya', karena
ditakutkan pandangan mereka akan
tertumbuk pada pemandangan yang tidak
sesuai, jika melihat sesuatu
tanpa sengaja pada selain
waktu-waktu tersebut maka hal itu bisa ditolerir (dimaafkan).
Sebab
mereka adalah orang-orang
yang bercampur di satu rumah dan melayani sehingga
sulit untuk menghindari hal tersebut. Allah berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman,
hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang
yang belum baligh di antara kamu, meminta
izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat shubuh, ketika
kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat
lsya'. (Itulah) tiga aurat
bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu
dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka
melayani kamu, sebahagian
kamu (ada keperluan)
kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat- ayat bagi
kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana." (An-Nur 58).
Dilarang mengintip rumah orang
lain, tanpa izin mereka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa mengintip
rumah kaum (orang) lain tanpa izin,
kemudian mereka mencongkel matanya,
maka
baginya tidak ada diyat dan
tidak pula qishash".
Wanita yang ditalak tidak boleh keluar atau dikeluarkan dari rumahnya selama waktu iddah
(menunggu) dengan memberikan infak kepadanya.
Allah
berfirman: "Hai Nabi, apabila kamu
menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan
mereka
pada waktu (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah
Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah
mereka dan janganlah mereka
(diizinkan) keluar kecuali kalau
mereka mengerjakan perbuatan
keji
yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang
melanggar hukum- hukum Allah maka sesungguhnya
dia telah berbuat zhalim terhadap
dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah
mengadakan sesudah itu suatu
hal yang baru". (Ath-Thalaq:
1).
Boleh bagi
laki-laki memisahkan (meninggalkan)
isteri yang durhaka di dalam atau di luar rumah, sesuai dengan maslahat menurut agama.
Adapun
memisahkan diri dari isteri di dalam rumah, dalilnya firman Allah
: "Dan pisahkanlah diri dari di tempat
tidur mereka".(An-Nisa': 34).
Adapun
dasar memisahkan diri dari isteri di luar rumah adalah seperti yang terjadi pada diri Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam ,ketika beliau memisahkan diri dari isteri-isteri
beliau di dalam kamar-kamar mereka, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam
mengasingkan diri di luar rumah
isteri-isteri beliau.
Tidak menginap di rumah sendirian.
"Dari
Ibnu Umar radhiyallah 'anhu bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menyendiri, yakni
seorang laki-laki menginap atau
bepergian sendirian".
Larangan itu disebabkan
karena dengan sendirian ditakutkan akan terjadi sesuatu. Misalnya serangan musuh,
pencuri,
atau sakit. Adanya teman
yang mendampinginya akan
menolak keinginan musuh atau pencuri menyerangnya, juga
akan membantunya jika dia jatuh sakit.
Tidak tidur di lantai atas yang tidak memiliki pagar,
agar tidak jatuh.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa tidur
di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang,
pagar), maka sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya".
Sebab orang yang tidur, terkadang - dengan tidak sadar - berguling-guling dalam
tidurnya. Jika ia tidur di lantai atas/atap rumah yang tidak
memiliki pagar atau pembatas yang menghalanginya,
bisa jadi ia akan jatuh ke
bawah yang menyebabkannya meninggal
dunia.
Jika hal itu terjadi,maka tak seorangpun yang berdosa karena kematiannya, semua
lepas dari tanggung jawab atas kematian
orang tersebut.
Di
samping hal itu juga menyebabkan pelecehannya terhadap penjagaan Allah padanya, sebab
ia tidak mengambil langkah ikhtiar dan
sebab.
Kucing-kucing piaraan tidak menjadikan
najis bejana, bila kucing tersebut minum atau makan
daripadanya.
"Dari
Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana
yang berisi air, lalu seekor
kucing menjilat ke dalamnya,
ia (tetap) melakukan wudhu. Mereka
berkata: "Hai Abu Qatadah, bejana
itu telah dijilat oleh kucing". Ia menjawab: "Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Kucing termasuk
di antara anggota keluarga, dan
ia termasuk di antara yang
mengitari kalian".
Dalam riwayat lain:
"Kucing itu tidak najis, sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari kalian".
Aspek Sosial Di Rumah
Nasehat(13): Memberi Kesempatan
untuk Mendiskusikan
Persoalan-Persoalan Keluarga.
"Sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah
di antara mereka". (As-Syura
: 38).
Ketika
kepada anggota keluarga diberi waktu dan kesempatan
untuk sama-sama duduk mendiskusikan persoalan intern dan ekstern keluarga, maka itulah
pertanda bahwa keluarga
tersebut
memperhatikan keutuhan keluarga, peran dan saling kerjasamanya.
Tidak
disangsikan lagi, bahwa laki-laki
yang diberi amanah kepemimpinan dalam rumah tangga adalah orang yang paling bertanggung jawab, penentu
segala keputusan. Tetapi dengan memberikan
kesempatan kepada yang lain -
terutama kepada anak-anak
yang menginjak dewasa - maka hal
itu akan merupakan pendidikan
tanggung jawab kepada mereka, di samping semua akan merasa lepas dan
lapang dengan perasaannya, karena pendapat mereka didengar dan dihargai.
Misalnya,
dengan mendiskusikan soal umrah
pada bulan Ramadhan atau pada liburan-liburan
lainnya, bertandang ke sanak keluarga
menyambung silaturrahim,
berdarmawisata, penyelenggaraan walimah pernikahan, aqiqah,
pindah rumah, proyek-proyek sosial seperti penghitungan jumlah fakir miskin sekampung untuk pemberian bantuan atau pengiriman makanan kepada mereka, demikian juga
diskusi tentang kemelut keluarga,
kerabat dan
memberikan andil pemecahannya.
Perlu juga diingatkan kepada bentuk lain dari pertemuan
yang penting untuk diselenggarakan,
yakni "Pertemuan Keterbukaan"
antara kedua orangtua
dan anak-anak. Beberapa kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak yang telah baligh terkadang tidak
mungkin untuk dipecahkan kecuali melalui pertemuan pribadi. Misalnya,
bapak dengan anak laki-lakinya memperbincangkan secara terbuka
berbagai persoalan yang menyangkut problematika anak remaja dan
puber, hukum-hukum baligh. Demikian pula halnya ibu dengan puterinya membincangkan persoalan-persoalan
tersebut sekaligus mengajarinya hukum-hukum yang
berkaitan dengan wanita baligh.
Bapak
dan ibu hendaknya berusaha
semampu mungkin membantu memecahkan problem anak-anaknya terutama pada masa mereka masih remaja.
Hal itu misalnya bisa dilakukan dengan menggunakan bahasa-bahasa yang menarik, seperti "ketika saya masih seumur kamu ...", sehingga mudah diterima.
Tidak adanya pertemuan semacam ini terkadang menjadikan sebagian
anak-anak menjalin persahabatan dengan teman-teman yang tidak baik, yang pada akhirnya
menimbulkan petaka besar.
Nasehat (14): Tidak Menampakkan Konflik Keluarga di Depan Anak-anak.
Sangat jarang,
sekelompok orang yang hidup serumah tanpa pernah berselisih. Berdamai setelah berselisih
adalah baik dan kembali pada kebenaran adalah mulia.
Akan
tetapi, yang bisa menggoncangkan keutuhan rumah tangga dan membahayakan keselamatan bangunan intern adalah tampaknya
berbagai perselisihan itu di hadapan anggota keluarga
yang lain, sehingga mereka terpecah menjadi dua bala tentara
atau lebih, kesatuan menjadi
bercerai berai, belum lagi pengaruhnya terhadap kondisi kejiwaan anak-anak terutama terhadap mereka yang masih kecil.
Renungkanlah,
apa yang terjadi jika sang bapak berkata kepada anaknya: "Jangan bicara dengan ibumu". Sang ibu pun berkata kepada puterinya: "Jangan
bicara dengan ayahmu". Anak-anak menjadi
bingung, tercabik-cabik jiwanya dan semua hidup dengan penuh beban
dan serba sulit.
Karena
itu, hendaknya kita menjaga agar tidak menjadikan perselisihan,
dan kalau toh terpaksa ada hendaknya
hal itu kita sembunyikan. Kita bermohon kepada Allah semoga Allah mempertautkan segenap hati.
Nasehat (15): Tidak Membolehkan Masuk
Rumah kepada Orang yang tidak
Baik Agamanya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Dan
perumpamaan teman yang jahat itu
seperti pandai besi". Dalam riwayat Bukhari disebutkan:
"Dan pandai besi (bisa)
membakar rumahmu, pakaianmu atau kau dapati daripadanya bau yang busuk".
Maksudnya, mereka akan membakar rumah dengan berbagai macam kerusakan dan penghancuran. Betapa
banyak, karena masuknya orang-orang yang rusak dan diragukan (agamanya) menjadi
sebab timbulnya permusuhan di antara anggota
keluarga, berpisahnya suami dari isteri. Allah melaknat orang yang
menipu wanita dari suaminya atau
sebaliknya, dan yang menyebabkan permusuhan antara
bapak
dengan anak-anaknya.
Sungguh, tiada sebab-sebab
terjadinya sihir di rumah atau
terkadang kasus pencurian dan
kerusakan akhlak kecuali dengan memasukkan orang yang tidak baik agamanya
ke dalam rumah, karena itu hendaknya mereka
tidak diizinkan masuk, meski dia adalah tetangga, laki-laki atau
perempuan, atau orang-orang yang pura-pura cepat akrab dari laki-laki maupun perempuan.
Sebagian orang terkadang agak sulit menolak, sehingga ketika ia
melihatnya telah berada didepan pintu, ia mengizinkannya padahal ia tahu bahwa
orang tersebut dari golongan orang-orang
yang rusak.
Wanita yang tinggal di rumah, mempunyai tanggung jawab besar dalam masalah
ini. Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
''Wahai manusia, Hari apakah
yang paling suci? Hari apakah yang paling suci? Hari
apakah yang paling suci?"
Mereka menjawab: "Hari Haji Akbar". Kemudian Nabi
bersabda di tengah khutbahnya pada hari
itu: "Adapun hak kalian atas isteri-isteri kalian adalah hendaknya
mereka tidak membiarkan orang yang kalian benci menginjak kasur (tempat duduk)
kalian, dan tidak memberi izin (masuk)
kepada orang yang kamu benci".
Maka hendaknya engkau, wahai wanita
muslimah jangan berat
hati
jika suamimu atau ayahmu
menolak salah seorang tetangga wanita masuk ke rumah, karena mereka
tahu akan pengaruhnya dalam
perusakan. Juga hendaknya engkau menahan diri jika wanita tersebut membandingkan antara suaminya dengan suamimu sehingga
engkau tidak meminta kepada suamimu
akan hal-hal yang ia tidak mampu memenuhinya.
Engkau
juga wajib menasehati suamimu, jika
engkau melihat di antara kawan-kawannya
di rumah ada yang suka mengajak suamimu
kepada kemungkaran.
PERINGATAN:
Usahakan Semampu Mungkin untuk Lebih Banyak Berada di Rumah.
Adanya
wali (pemimpin) di rumah menjadikan semua persoalan
terkontrol, juga memungkinkan
baginya mendidik dan memperbaiki keadaan, dengan mendampingi
dan mengawasi.
Sebagian orang berpendapat bahwa kewajiban
asli bagi laki-laki adalah keluar rumah, jika ia tidak
mendapatkan tempat ke mana harus
pergi baru ia pulang ke rumah. Teori ini adalah keliru.
Jika keluarnya seseorang dari rumah untuk ketaatan,
maka hendaknya bisa menjaga keseimbangan (antara waktu di luar dan di dalam rumah). Tetapi jika keluarnya untuk maksiat,
menghabiskan waktu secara sia-sia atau
berlebih-lebihan dalam urusan kesibukan dunia maka hendaknya ia mengurangi kesibukan-kesibukan dan berbagai bentuk bisnis itu, serta menghilangkan beberapa rapat
yang kurang penting.
Sungguh,
alangkah keji kaum yang menyia-nyiakan
keluarganya dan begadang di warung-warung atau night club.
Kita
tidak mau membeo di belakang
program-program musuh-musuh Allah. Di bawah
ini adalah pelajaran berharga:
Dalam brosur hasil kesepakatan Zionis Perancis bernama Al-Masyriqul A'zham yang diselenggarakan
pada tahun
1923
disebutkan: "Dan untuk mencapai perpecahan antara
seseorang dengan keluarganya
hendaknya kalian mencabut akhlak
dari akarnya, karena sesungguhnya nafsu cenderung kepada pemutusan ikatan keluarga dan
mendekati
kepada hal-hal yang diharamkan, karena nafsu
lebih mengutamakan banyak cerita dan obrolan di
warung-warung kopi untuk menyebarkan isu-isu keluarga".
Nasehat (16):
Teliti dalam Mengamati
Anggota Keluarga. Siapakah teman-teman anak-anakmu?
Apakah
mereka telah bertemu denganmu atau
engkau mencari tahu
tentang mereka?
Apa yang dilakukan oleh anak-anakmu bersama mereka di luar rumah?
Apa yang
ada di dalam laci dan tas mereka, di bawah bantal, kasur dan apa yang mereka rahasiakan? Kemana anak gadismu
pergi dan dengan siapa?
Sebagian orangtua tidak mengetahui kalau ternyata
di dalam lemari anaknya terdapat gambar-gambar dan kaset video yang tidak mendidik (porno), bahkan kadang-kadang minuman/pil memabukkan.
Sebagian mereka tidak
tahu, anak gadisnya pergi ke pasar
bersama pembantu, lalu ia menyuruh pembantu itu menungguinya bersama sopir, selanjutnya
ia pergi sesuai janjinya
dengan salah seorang kekasihnya, sebagian
lain pergi menghisap rokok bersama kawan-kawan sepermainannya yang jahat.
Mereka yang
bisa lepas diri dari anak-anaknya itu tidak akan bisa lepas dari persaksian
pada Hari Yang Agung, dan mereka tidak akan bisa lari dari kengerian Hari Pembalasan.
"Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin
atas apa yang dipimpinnya,
apakah ia menjaganya atau melalaikannya, sehingga
seorang laki-laki ditanya tentang anggota
keluarganya."
Tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Pengawasan
itu hendaknya dengan diam-diam.
• Tidak untuk menakut-nakuti.
• Agar anak-anak
tidak merasa kehilangan
kepercayaan diri.
• Dalam menasehati dan memberi hukuman hendaknya
memperhatikan umur, pengetahuan dan tingkat kesalahan yang mereka lakukan.
• Hati-hatilah
untuk melakukan penelitian mendalam dan sensus
jiwa.
Seseorang
berkisah kepada Penulis, seorang
ayah memiliki komputer yang di dalamnya ia
agendakan semua kesalahan-kesalahan anaknya dengan perincian tanggal dan
hari sekaligus. Apabila terjadi kesalahan baru,
ia tampilkan kembali nama file yang
khusus mencatat kesalahan anaknya tersebut,.
lalu ia tulis kesalahan
yang baru sehingga kesalahan-kesalahan itu terhimpun rapi, baik yang
lama maupun yang baru.
Komentar:
Kita
bukan dalam perusahaan, dan ayah bukanlah malaikat yang
ditugasi menulis semua dosa dan
kesalahan. Ayah seperti itu
hendaknya membaca banyak-banyak buku tentang dasar-dasar pendidikan
dalam Islam.
Sebaliknya, penulis juga mengetahui ada orang-orang
yang menolak sama sekali untuk
ikut campur dalam urusan anak-anak
mereka, dengan dalih anak tidak akan puas bahwa kesalahan yang ia
lakukan itu sebagai kesalahan
sampai ia terperosok di dalamnya, lalu ia
mengetahui kesalahan itu dengan sendirinya.
Keyakinan
yang menyimpang ini berasal dan muncul dari falsafah Barat
serta teori
kebebasan yang tercela. Sungguh, ini
adalah hal yang jauh dari kebenaran.
Sebagian orang melepaskan kendali untuk anaknya, karena
takut -menurut anggapannya-
anak itu akan membencinya, ia
berkata, saya mencintainya apapun yang ia kerjakan.
Sebagian
lain melepaskan kendali anaknya sebagai bentuk penolakan
terhadap pendidikan ketat dan keras yang ia alami dari ayahnya dahulu (kakek si anak), ia menganggap
bahwa anaknya harus ia perlakukan
sebaliknya secara persis.
Sebagian
lain ada yang sampai pada tingkat kebodohan yang
sangat rendah hingga mengatakan: "Biarkanlah putera-puteri kita menikmati
masa remajanya seperti
yang mereka kehendaki".
Apakah tipe ayah seperti
itu terpikirkan di benaknya bahwa kelak anak-anak mereka
pada hari Kiamat akan
memanggil-manggil orangtuanya dengan mengatakan: "Hai bapak, kenapa engkau
membiarkan aku berbuat maksiat
?".
Nasehat (17): Perhatian terhadap Anak-anak di Rumah.
Dalam hal ini ada beberapa
segi yang perlu diperhatikan,diantaranya:
• Hafalan Al-Qur'an dan kisah-kisah Islami.
Betapa indah manakala sang ayah mengumpulkan anak-anaknya
untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat Al-Qur'an dengan sedikit keterangan, lalu
memberikan hadiah-hadiah
bagi yang bisa menghafalkannya. Seorang anak yang masih kecil bisa
juga telah hafal surat Al-Kahfi karena
ayahnya selalu mengulang-ulang bacaan ayat tersebut setiap kali hari Jum'at.
Demikian pula dengan mengajari
anak-anak dasar-dasar akidah
Islam seperti yang termuat dalam hadits:
"Jagalah Allah,
niscaya Allah akan menjagamu".
Dan
mengajari mereka adab (akhlak) serta do'a-do'a. Seperti do'a
makan, tidur, bersin, juga membiasakan salam dan minta izin.
Termasuk
yang amat menarik dan berpengaruh
besar
terhadap anak adalah dengan menceritakan dan memperdengarkan kepada
mereka kisah-kisah Islami.
Diantara kisah-kisah itu adalah
kisah Nabi Nuh alaihis salam dan banjir
topan, kisah Nabi Ibrahim alaihis salam
dalam menghancurkan patung-patung lalu pelemparan Nabi lbrahim
alaihis salam ke dalam api, kisah Nabi
Musa dan selamatnya dari Fir'aun yang kemudian ia
tenggelam dalam lautan,
kisah Nabi Yunus alaihis
salam dalam perut ikan, kisah singkat
Nabi Yusuf alaihis salam dan perjalanan hidup Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam seperti diutusnya
beliau sebagai rasul dan kisah hijrah, petikan peperangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam seperti perang Badar
dan Khandaq dan yang lain seperti kisah beliau
dengan laki-laki dan unta yang menjadikannya lapar dan bersusah payah.
Juga kisah orang-orang shalih, seperti kisah Umar bin Khathab radhiyallah 'anhu dengan seorang ibu
bersama anak-anaknya
yang kelaparan di dalam kemah, kisah para
penggali parit (Ashaabul Ukhduud), kisah pemilik- pemilik
kebun dalam surat Nun, dan tiga orang yang tersekap
di dalam gua dan sebagainya.
Semua hal di atas hendaknya diringkas dan disederhanakan dengan
beberapa komentar dan
pengambilan ibrah (pelajaran), kita
tidak membutuhkan cerita-cerita
yang bermacam-macam yang menyimpang dari aqidah dan penuh khurafat
atau yang menakutkan (horor) sehingga
merusak jiwa anak karena
mewariskan rasa takut dan
pengecut.
• Hati-hati terhadap keluarnya anak-anak bersama
teman jalanan (yang semaunya).
Akibatnya anak-anak akan pulang ke rumah dengan membawa ucapan
dan akhlak yang tercela. Sebaiknya
teman-teman mereka dipilihkan
dari anak-anak kerabat dan tetangga lalu mereka dipanggil ke rumah sehingga
bermain di dalam rumah.
• Perhatian terhadap
mainan anak-anak yang menghibur dan mendidik.
Hendaknya disediakan ruangan untuk anak-anak bermain. Baik juga
jika ada lemari khusus sehingga
anak-anak bisa menertibkan mainan mereka
di dalam lemari tersebut. Hendaknya dihindari beberapa permainan yang bertentangan dengan
syariat, seperti: alat-alat musik, yang
bertanda gambar salib,
atau permainan dadu.
Akan
lebih baik jika dipenuhi sarana yang
menunjang ketrampilan bagi anak-anak
remaja seperti pertukangan,
elektronika, mekanika dan beberapa permainan (games) komputer yang dibolehkan. Tetapi dalam hal ini, kita mengingatkan
bahaya program komputer yang bisa menampilkan gambar wanita-wanita perusak, juga permainan
yang di dalamnya terdapat gambar salib, bahkan sebagian mengatakan, salah satu game komputer
berbentuk permainan judi.
Demikian juga ada game yang menampilkan
empat gadis di layar monitor. Orang yang
memainkan
game ini harus memilih salah satu
di antara empat gambar
tersebut yang kesemuanya hampir
mirip. Jika menang dalam game ini, pemain akan diberi pertanda hadiah dengan
keluarnya gadis yang paling seronok dan porno, na'udzubillah.
• Memisahkan antara
anak laki-laki dengan anak perempuan dalam tidur.
Inilah
perbedaan cara menertibkan rumah antara orang yang
taat beragama dengan orang yang
sama sekali tidak memperhatikan
persoalan
agama.
• Bercanda
dan menyayangi.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mencandai anak-anak,
mengusap kepala mereka dan memanggil mereka dengan penuh kasih
sayang dan kelembutan. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan oleh-oleh
pertama kali kepada anak yang
paling kecil, terkadang sebagian
dari anak-anak itu menaiki Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam .
Di bawah
ini adalah dua contoh canda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam kepada Hasan dan Husain. Dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu ia berkata:
"Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjulurkan lidahnya kepada Hasan
bin Ali maka anak itu melihat
merahnya lidah beliau sehingga
ta'ajub dan menarik minatnya lalu ia segera
menghampiri beliau".
Dari Ya'la bin Murrah ia berkata:
"Kami keluar bersama
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba Husain
sedang bermain di jalan maka Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam segera (menghampirinya) di hadapan banyak orang. Beliau
membentangkan kedua tangannya lalu
anak itu lari ke sana
kemari sehingga membuat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam
tertawa sampai beliau (berhasil) memegangnya
lalu beliau letakkan salah satu tangannya di bawah dagu anak tersebut dan yang lain
di tengah-tengah kepalanya kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menciumnya".
Pembahasan dalam hal ini sangat panjang. Mudah-mudahan penulis berkesempatan membahasnya
secara tersendiri dalam buku lain, Insya Allah.
Nasehat (18):
Mengatur Waktu Tidur dan Makan.
Sebagian rumah, punya
kondisi layaknya hotel, hampir penghuninya tidak mengenal satu
sama lain, dan jarang
sekali mereka bertemu.
Sebagian anak makan atau tidur kapan saja mereka suka sehingga menyebabkan mereka begadang dan menyia-
nyiakan waktu, juga menumpuk antara makanan yang
satu dengan lainnya. Kekacauan seperti ini menyebabkan runtuhnya tali ikatan, semangat dan waktu yang sia-sia serta membentuk
jiwa tidak konsisten (istiqamah).
Sebagian orang
yang pandai berdalih mengatakan, anak-anak yang sekolah
dan kuliah waktu keluarnya tidak bersamaan, laki-laki
dan perempuan, demikian pula halnya
dengan pegawai, buruh
dan pedagang.
Akan tetapi kondisi seperti ini tidak berlaku untuk semua.
Sungguh, tidak ada kenikmatan yang
melebihi berkumpulnya satu keluarga di meja makan, lalu menggunakan kesempatan tersebut
untuk mengetahui keadaan masing-masing serta mendiskusikan sesuatu
yang bermanfaat. Bagi pemimpin rumah tangga hendaknya
menentukan waktu kembali (pulang) ke rumah, dan izin kalau
mau bepergian, terutama bagi anak-anak kecil - (sedikit) dalam umur dan akal - yang masih
dikhawatirkan terjadi apa-apa
atas mereka.
Nasehat (19):
Meluruskan Pekerjaan
Wanita di Luar Rumah.
Syariat Islam adalah
saling melengkapi satu sama lain.
Ketika Allah memerintah para
wanita dengan firmanNya: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu". (Al-Ahzab:33).
Maka Allah menjadikan ada
orang yang wajib menafkahi
mereka, seperti ayah atau suami.
Pada
hukum asalnya, wanita tidak dibolehkan bekerja di luar rumah
kecuali karena suatu kebutuhan. Sebagaimana ketika Musa alaihis
salam melihat dua anak
gadis orang shalih yang menahan
(menghambat)
kambing gembalaannya menunggu
giliran. Musa menanyakan kepada
mereka:
"Apakah maksudmu (dengan
berniat begitu)? Kedua wanita itu
menjawab: "Kami tidak dapat
meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan
(ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang
lanjut usianya."." (Al-Qashash: 23).
Kedua
wanita itu seketika menyampaikan alasannya mengapa mereka keluar memberi minum kambing ternaknya,
yakni sebab wali tak mampu lagi bekerja karena usianya
telah lanjut. Karena itu hendaknya kita berusaha untuk menjaga agar wanita muslimah
tidak bekerja di luar rumah, selama hal
itu memungkinkan. Allah
berfirman:
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:"Ya bapakku, ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita),
karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya"." (Al-Qashash: 26).
Wanita
tersebut dengan kalimat-kalimatnya menjelaskan keinginannya untuk kembali ke rumah sehingga dirinya
terlindungi dari kejelekan dan
gangguan yang bisa saja
terjadi jika ia bekerja di luar
rumah.
Ketika orang-orang kafir pada zaman ini membutuhkan wanita pekerja setelah Perang
Dunia I dan II maka itu adalah untuk mengganti
kekurangan laki-laki. Kondisinya
sangat sulit karena mereka harus mengembalikan denyut kemajuan
yang telah dihancurkan oleh perang. Program Yahudi itu sangat
getol dalam pembebasan wanita, mereka
menyerukan hak-hak wanita, dengan maksud untuk
menghancurkan wanita, yang selanjutnya akan menghancurkan
bangunan masyarakat, yang awalnya disebabkan oleh
keluarnya wanita untuk bekerja.
Meskipun
motivasi (yang mendasari
semangat) yang kita miliki tidak
seperti yang mereka miliki, sedang setiap pribadi muslim mesti menjaga
isteri dan menafkahi mereka, akan
tetapi gerakan pembebasan wanita semakin bersemangat, bahkan sampai menuntut perlu dikirimnya wanita-wanita
ke luar negeri, selanjutnya
meminta mereka bekerja agar ijazah yang
mereka miliki tidak sia-sia.
Ini
adalah sebuah kekeliruan. Masyarakat
muslim sungguh tidak membutuhkan persoalan wanita bekerja ini
dalam lapangan yang luas.
Diantara argumen
dalam masalah tersebut adalah
terdapatnya laki-laki yang menganggur sementara lapangan bagi kaum wanita terus dibuka
dan diperluas.
Ketika kita mengatakan, "dalam
lapangan yang luas"
maka pemahaman maknanya
amat kita perhatikan. Sebab kebutuhan terhadap pekerjaan wanita
di beberapa sektor seperti pengajaran,
kebidanan, dan kedokteran sesuai dengan syarat-syarat
agama adalah tetap diperlukan.
Kita awali pembahasan
ini dengan mukaddimah seperti di
muka, karena kita saksikan bahwa sebagian wanita keluar bekerja
dengan tidak karena kebutuhan, bahkan terkadang dengan gaji yang sangat kecil
sebab ia merasa harus keluar bekerja meski ia sendiri tidak
membutuhkannya, bahkan meski di tempat yang tidak cocok
untuknya, setelah itu terjadi berbagai fitnah yang besar.
Agar
adil, maka kita mengatakan:
Sesungguhnya bekerjanya wanita terkadang memang benar-benar suatu kebutuhan. Misalnya wanita itulah yang menanggung dan
menopang ekonomi keluarga setelah
kematian suami atau ayahnya telah tua
renta sehingga tak sanggup bekerja atau yang semisalnya.
Di
sebagian negara, karena nilai-nilai
masyarakatnya
tidak atas dasar nilai-nilai Islami maka terpaksa isteri bekerja untuk ikut menutupi kebutuhan rumah tangga bersama suaminya,
bahkan seorang laki-laki tidak mau meminang kecuali kepada
wanita yang telah bekerja, lebih
dari itu sebagian mereka dalam
akad nikahnya mensyaratkan
agar calon isterinya itu bekerja.
Kesimpulan:
Terkadang wanita bekerja untuk kebutuhan atau untuk tujuan
yang Islami seperti dakwah kepada Allah di medan
pendidikan,
atau sebagai hiburan seperti
yang terjadi pada sebagian mereka yang tidak memiliki anak. Adapun dampak negatif bekerjanya wanita
di luar rumah, di antaranya
yaitu:
• Timbulnya
berbagai bentuk kemungkaran, seperti
ikhtilath (percampuran antara laki-laki dan perempuan tanpa hijab), yang berakibat
saling berkenalan lalu melakukan khalwat (berduaan),
menggunakan wewangian untuk
menarik lelaki, memperlihatkan perhiasan kepada mereka, yang pada akhirnya bisa berlanjut
jauh hingga pada perzinaan.
• Tidak memberikan hak
suami, meremehkan persoalan rumah dan melalaikan hak-hak
anak (dan ini adalah tema kita yang sebenarnya).
• Berkurangnya
makna hakiki dari perasaan kepemimpinan laki-laki atas jiwa sebagian wanita.
Cobalah
renungkan, seorang wanita yang membawa ijazah sama seperti ijazah suaminya bahkan
terkadang ijazahnya lebih tinggi dari ijazah suaminya
(padahal ini tidak tercela),
lalu dia bekerja dengan gaji yang terkadang
lebih
tinggi dari gaji suaminya. Apakah wanita seperti ini akan merasa perlu sepenuhnya kepada sang
suami dan akan mentaatinya dengan sempurna? Ataukah perasaan
tidak butuh menyebabkan kemelut goncangnya bangunan rumah tangga
secara mendasar?. Kecuali
wanita yang dikehendaki baik oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Demikianlah, persoalan nafkah atas isteri yang
bekerja serta nafkah kepada keluarga tidak
akan berakhir.
• Menambah beban
fisik, tekanan jiwa dan saraf yang tidak sesuai dengan kodrat wanita.
Setelah pemaparan sekilas masalah maslahat dan
kerugian wanita bekerja, kita mengatakan: Hendaknya
kita bertakwa kepada Allah, menimbang setiap permasalahan
dengan timbangan syar'i, dan memahami kondisi yang membolehkan wanita keluar untuk bekerja dan kondisi mana
yang melarangnya. Janganlah kita
buta karena masalah pekerjaan
duniawi dari jalan kebenaran.
Kita nasehatkan kepada
wanita muslimah agar bertakwa kepada Allah, mentaati suami jika ia
menghendakinya agar meninggalkan pekerjaannya demi kemaslahatan
dirinya dan kemaslahatan
rumah tangga.
Begitu
pula bagi suami, agar tidak menyusun strategi balas dendam
dan agar tidak makan harta isterinya dengan tanpa dibenarkan.
Nasehat (20): Menjaga Rahasia Rumah
Tangga.
Masalah ini menyangkut
beberapa hal, diantaranya:
• Tidak
menyebarkan rahasia hubungan intim suami isteri.
• Tidak membawa keluar
percekcokan suami isteri.
• Tidak
membuka kepada umum rahasia dan kekhususan apapun, hal yang apabila tampak akan membahayakan rumah tangga
atau salah satu anggota
keluarga.
Adapun petaka pertama,
dalil pelarangannya, adalah sabda
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam : "Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat yaitu laki-laki
yang mencumbui isterinya, dan isteri yang
mencumbui suaminya, kemudian ia sebarluaskan rahasianya".
Makna ( " yufdhi " ) yaitu ia
melakukan percampuran, percumbuan
dan persetubuhan seperti dalam firman Allah: "Bagaimana
kamu mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami
isteri". (An-Nisa' : '21).
Diantara dalil
pelarangan yang lain adalah hadits Asma'
binti Yazid, bahwasanya
ia berada pada majlis Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa
sallam sedang para lelaki
dan perempuan sama duduk. Beliau
bersabda:
"Barangkali ada laki-laki yang mengatakan tentang
apa yang ia lakukan bersama
isterinya, dan barangkali ada
perempuan yang mengabarkan tentang apa yang ia lakukan bersama suaminya.
Maka orang-orang pun terdiam, lalu aku katakan: "Ya (benar), demi Allah, wahai Rasulullah. Sungguh para wanita melakukan
itu dan para lelaki juga
demikian". Rasulullah berkata : "Jangan kalian lakukan, sebab
hal itu sesungguhnya seperti setan laki-laki yang bertemu
dengan setan perempuan di jalan lalu ia menyetubuhinya sedang orang-orang pada melihatnya"."
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan:
"Apakah ada diantara kamu
laki-laki yang apabila mendatangi
istrinya lalu mengunci pintunya dan menghamparkan
kelambu penghalangnya dan ia bertabir dengan tabir
Allah?" Mereka menjawab:
"Ya benar". Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
(melanjutkan): "Setelah itu
ia duduk
lalu berkata: aku telah melakukan begini dan melakukan
begitu" . Mereka terdiam,lalu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi para wanita kemudian bersabda: "Apakah di antara kalian ada yang membicarakannya ?" Mereka terdiam. Kemudian
bangkitlah seorang gadis montok di atas
salah satu lututnya dan mendongakkan
diri kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam sehingga beliau melihatnya dan mendengar ucapannya. Lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
para lelaki membicarakannya,
demikian pula halnya dengan
para wanita". Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Apakah kalian tahu apa perumpamaan
hal tersebut? Sesungguhnya
perumpamaan hal itu adalah seperti setan wanita yang
bertemu dengan setan laki-laki di jalan, maka ia lampiaskan hajatnya sedang
manusia melihat kepadanya"
Adapun
perkara kedua yakni
membawa keluar rumah percekcokan
suami isteri, pada banyak kasus justru
menambah ruwetnya persoalan, pihak ketiga ikut campur dalam perselisihan suami
isteri sehingga pada sebagian besar kasus menambah persoalan baru.
Jalan keluarnya -jika orang lain
ingin membantu, terutama orang
yang paling dekat dengan keduanya - yaitu dengan melakukan surat menyurat antara keduanya. Hendaknya tidak
mencampuri urusan tersebut kecuali
karena alasan menjadi pihak yang mendamaikan secara
langsung. Ketika itu kita lakukan sebagaimana
yang
diperintahkan oleh Allah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Maka kirimlah seorang
hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang
hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada
suami isteri itu".(An-Nisa'
:35).
Perkara ketiga,
yaitu mengundang bahaya bagi rumah tangga atau salah
satu dari anggotanya dengan menebarkan rahasia-rahasianya. Ini tidak
boleh, sebab ia termasuk dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh (pula) membahayakan orang lain".
Di antara contohnya yaitu seperti
yang termaktub dalam firman Allah:
"Allah
membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang
kafir. Keduanya berada di bawah
pengawasan dua orang hamba yang
shalih di antara hamba-hamba
Kami, lalu kedua isteri berkhianat kepada kedua suaminya...". (At-Tahrim: 10).
Ibnu
Katsir dalam menukil tafsir
ayat ini mengatakan: "Isteri Nuh tersebut selalu mengintip rahasia Nuh, apabila ada orang yang beriman kepada Nuh maka ia mengabarkan kepada
para pembesar kaum Nuh tentang keimanan itu. Adapun isteri Luth maka jika Luth menerima
tamu laki-laki, dikabarkannya hal
itu kepada orang-orang yang
biasa melakukan kejahatan
(homosex)", yakni agar mereka datang
lalu melakukan perbuatan homosex dengan tamu tersebut.
Beberapa Akhlak Di Rumah
Nasehat (21): Mentradisikan Pergaulan yang Baik (keramahan)
di Rumah.
Dari Aisyah radhiyallah 'anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Jika
Allah 'Azza Wa Jalla menghendaki kebaikan
kepada
suatu keluarga maka Ia
menganugerahkan atas mereka
pergaulan yang baik".
Dalam riwayat lain
disebutkan:
"Sesungguhnya Allah jika mencintai suatu keluarga maka Ia anugerahkan atas mereka pergaulan yang baik". Artinya masing-masing mempergauli yang lain dengan baik. Inilah salah satu sebab kebahagiaan di rumah.
Pergaulan
yang
baik dan keramah-tamahan adalah sangat
bermanfaat antara kedua suami
isteri, juga dengan
anak-anak, yang daripadanya
akan melahirkan hasil yang tak
mungkin dihasilkan oleh kekerasan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam :
"Sesungguhnya Allah mencintai pergaulan
yang baik (keramahan), dan Ia memberikan
kepada pergaulan yang baik (keramahan) apa
yang tidak diberikanNya kepada kekerasan dan apa yang tidak diberikan kepada selainnya".
Nasehat (22): Membantu Keluarga dalam Pekerjaan Rumah.
Banyak
lelaki yang enggan melakukan pekerjaan rumah, sebagian mereka
berkeyakinan bahwa di antara
yang menyebabkan berkurangnya kedudukan dan wibawa laki-laki yaitu ikut bersama anggota keluarga
yang lain melakukan pekerjaan
mereka.
Adapun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau menjahit sendiri bajunya, menambal sandalnya
dan melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki
di dalam rumah mereka.
Demikian
dikatakan oleh isteri beliau Aisyah radhiyallah 'anha ketika ia
ditanya apa yang dikerjakan
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam dalam rumahnya. Aisyah radhiyallah
'anhu
menjawab dengan apa yang
dilihatnya sendiri. Dalam riwayat
lain disebutkan:
"Ia
adalah manusia di antara sekalian manusia, membersihkan bajunya, memerah susu kambingnya
dan melayani dirinya".
Aisyah radhiyallah 'anhu juga ditanya apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam rumahnya. Ia berkata:
"Ia ada (bersama)
pekerjaan keluarganya -maksudnya membantu keluarganya- dan
apabila datang (waktu)
shalat ia keluar untuk shalat".
Jika hal itu kita praktekkan sekarang, berarti
kita telah mewujudkan beberapa
kemaslahatan:
• Meneladani
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .
• Kita ikut membantu keluarga.
• Kita
merasa rendah hati dan tidak takabbur (sombong).
Sebagian suami
meminta kepada isterinya agar menghidangkan makanan dengan segera,
sementara periuk masih di atas tungku api, anak kecilnya berteriak ingin disusui, ia
tidak menyentuh anak tersebut, juga
tidak
mau sabar sedikit menunggu makanan. Hendaknya beberapa hadits di atas menjadi
pelajaran dan peringatan.
Nasehat (23): Bersikap Lembut dan
Bercanda dengan Keluarga.
Bersikap
lembut kepada isteri dan anak-anak
merupakan salah satu faktor yang
bisa menebarkan iklim kebahagiaan dan
eratnya hubungan baik di
tengah keluarga. Karena itu Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menasehati Jabir
agar menikahi wanita yang masih perawan. Beliau mengatakan:
"Kenapa (tidak engkau pilih) perawan (sehingga)
engkau bisa mencandainya
dan dia mencandaimu, dan engkau
(bisa) membuatnya tertawa
dan dia membuatmu tertawa".
"Segala sesuatu yang di dalamnya tidak ada dzikrullah adalah sia-sia belaka,
kecuali empat perkara: percandaan laki-laki
terhadap isterinya...".
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mencandai Aisyah radhiyallah
'anha ketika beliau mandi bersamanya. Aisyah berkisah:
"Aku dan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mandi bersama
dari satu gayung untuk berdua
(secara bergantian), lalu beliau mendahuluiku sehingga aku katakan
"biarkan untukku, biarkan untukku", ia berkata
: sedang keduanya berada dalam keadaan junub".
Adapun canda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada
anak-anak kecil maka sangat banyak
untuk disebutkan. Beliau sering menyayangi dan mencandai Hasan dan Husein
sebagaimana telah kita
singgung di muka. Barangkali
ini pula yang menyebabkan anak-anak
kecil amat gembira dengan
kedatangan beliau dari bepergian. Mereka
segera menghambur untuk menjemput Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana
disebutkan dalam hadits shahih:
"Apabila datang dari perjalanan, beliau dihamburi oleh anak-anak kecil dari keluarganya".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendekap mereka, seperti diceritakan oleh Abdullah bin Ja'far:
"Apabila
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang dari
bepergian, beliau menghambur kepada kami, menghambur kepada saya, kepada
Hasan dan Husain, ia berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa salah seorang dari kami di antara kedua tangannya, dan yang lain di belakangnya sehingga kami
masuk kota Madinah".
Bandingkanlah antara
hal ini dengan keadaan
sebagian rumah yang gersang, tak
ada canda, tak ada tawa,
kelembutan, juga tidak kasih sayang.
Barangsiapa yang
mengira bahwa mencium
anak-anak akan mengurangi
wibawa ayah maka hendaknya ia membaca hadits berikut ini:
Dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu ia berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Hasan bin Ali sedang di sisi beliau terdapat Al-Aqra' bin Habis
At-Tamimi sedang duduk. Maka Al-Aqra'
berkata: "Saya memiliki sepuluh anak, saya tidak
pernah mencium seorangpun dari mereka". Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
melihat kepadanya kemudian bersabda:
"Barangsiapa tidak mengasihi, niscaya dia tidak dikasihi".
Nasehat (24): Menyingkirkan Akhlak Buruk di Rumah.
Salah seorang dari anggota keluarga tidak
mungkin bisa lepas dari
akhlak buruk dan menyimpang, seperti: dusta, menggunjing, mengadu domba atau yang semacamnya. Akhlak buruk ini harus dilawan dan
disingkirkan.
Sebagian orang
menyangka bahwa hukuman jasmani
adalah satu-satunya
jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Di bawah ini Aisyah
radhiyallah 'anha meriwayatkan
hadits -dalam persoalan tersebut- yang penuh muatan pendidikan:
"Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila
mengetahui seseorang anggota keluarganya melakukan sekali dusta, beliau terus memalingkan diri daripadanya sehingga ia mengatakan bertaubat."
Dari
hadits di atas, jelaslah bahwa memalingkan
diri dan hijr (memisah, mendiamkan, meninggalkan)
dia dengan tidak mengajaknya bercakap-cakap serta memberikan hukuman yang setimpal - dalam hal
ini - adalah lebih berpengaruh daripada hukuman jasmani. Karena itu hendaknya
para pendidik di rumah merenungkannya.
Nasehat (25):Gantungkanlah Cambuk sehingga
Bisa Dilihat oleh Anggota Keluarga.
Menampakkan dan memberi isyarat bentuk hukuman adalah salah satu
metode pendidikan yang
tinggi. Karena
itu
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Shallallahu 'alaihi
wa sallam menerangkan
sebab mengapa seyogyanya digantungkan cambuk atau tongkat
di rumah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Gantungkanlah cambuk di mana bisa dilihat
oleh anggota keluarga, karena ia lebih mendidik mereka".
Dengan
melihat alat untuk menghukum, menjadikan orang-orang yang
berniat jahat takut melakukannya, karena
merasa ngeri dengan bentuk hukuman yang bakal diterimanya,
sehingga ia menjadi motivasi (pendorong) bagi mereka dalam
beradab dan berakhlak mulia.
Ibnu Al-Anbari berkata:
"Tidak ada riwayat yang menyebutkan agar memukul dengan alat itu, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tidak menyuruh hal tersebut kepada seorangpun,
tetapi beliau inginkan agar engkau tidak lepas mendidik mereka"
Memukul sama sekali
bukan dasar dalam mendidik. Tidak dibolehkan menggunakannya kecuali jika seluruh cara mendidik telah habis atau membebaninya untuk
melakukan ketaatan yang diwajibkan. Seperti
firman Allah: "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz (meninggalkan kewajiban bersuami isteri)nya
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka ditempat tidur mereka dan
pukullah mereka". (An-Nisa: 34).
Secara tertib, juga seperti dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
:
"Perintahkanlah
anak-anakmu melakukan shalat
ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah
karena meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun".
Menggunakan
hukuman pukul tanpa dibutuhkan merupakan bentuk pelanggaran. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menasehati wanita agar tidak menikah
dengan laki-laki karena dia tidak meletakkan tongkat dari lehernya, maksudnya
karena ia suka memukuli wanita.
Tetapi
orang yang menganggap tidak perlu hukuman pukul secara mutlak,
karena taklid pada teori pendidikan orang-orang kafir, maka pendapat ini salah besar
dan
bertentangan dengan nash-nash syar'i.
Kemunkaran-Kemunkaran
Dalam Rumah
Nasehat (26):
Waspada
terhadap Masuknya Kerabat
yang Bukan Mahram kepada Isteri yang Ada di Rumah ketika Suami sedangTiada.
Nasehat (27):
Memisahkan Antara Laki-laki dengan Wanita dalam Acara
Kunjungan Silaturahim Keluarga.
Nasehat (28):
Waspada terhadap Bahaya Sopir dan Pembantu di Rumah .
Nasehat (29):
Keluarkanlah Orang
yang Bersikap Kebanci-bancian dari Rumahmu.
Nasehat (30):
Waspadalah terhadap Bahaya Film.
Nasehat (31):
Berhati-hati dari
Kejahatan Telepon.
Nasehat (32):
Wajib Menghilangkan Setiap
Identitas - Apapun Bentuknya -Agama Batil Orang-orang Kafir, Termasuk
Sesembahan dan Tuhan Mereka.
Nasehat (33):
Menghilangkan Gambar-gambar Makhluk Bernyawa.
Nasehat (34):
Laranglah Merokok di Rumahmu.
Nasehat (35):
Jangan Memelihara Anjing di Rumah.
Nasehat (36):
Menjauhi dari Menghias Rumah dengan Aneka Warna
(Berlebih-lebihan).
Rumah Dipandang Dari Dalam Dan Dari Luar
Nasehat (37): Memilih Lokasi dan Desain Rumah yang Tepat.
Tidak
diragukan lagi, seorang muslim yang benar akan memperhatikan
soal pemilihan letak dan
lokasi rumah yang tepat. Ia akan menerapkan beberapa program bagi rumahnya sehingga layak sebagai
hunian muslim.
Dari segi lokasi, misalnya:
• Rumah hendaknya berdekatan dengan
masjid. Hal ini sangat besar
manfaatnya. Ketika adzan bergema
memanggil shalat, ia bisa
segera pergi ke masjid dan mendapatkan jama'ah. Bagi para wanita, mereka akan biasa
mendengarkan
bacaan Al-Qur'an dari pengeras suara. Adapun
anak-anak kecil, mereka bisa
leluasa mengkuti halaqah hafalan
Al-Qur'an, belajar mengaji dan sebagainya.
• Agar tidak dalam satu bangunan
dengan orang-orang fasik, atau dalam kampung hunian yang terdapat
orang-orang kafir, misalnya
di tengah-tengah perkampungan
itu ada kolam renang buat umum,
campur-baur antara pria wanita dan seumpamanya.
• Agar
tidak melihat dan tidak terlihat, jika masih ada saja
terjadi maka boleh
menggunakan tabir atau dengan meninggikan
pagar.
Dari segi desain, misalnya:
• Hendaknya ia memperhatikan pemisahan antara
laki-laki dengan perempuan dan
para tamu luar , misalnya pintu masuk, ruang tempat
duduk dsb. Jika tidak
mungkin, maka bisa menggunakan tabir atau hijab.
• Menutupi jendela-jendela
dengan tabir atau satir (gorden) , sehingga orang yang ada di dalam kamar tidak kelihatan
oleh tetangga atau oleh orang
yang lalu lalang, terutama
malam hari ketika cahaya terang benderang.
• Hendaknya tidak menggunakan toilet dengan menghadap ke kiblat.
• Hendaknya memilih rumah yang luas serta rumah yang banyak perabotannya. Hal itu
disebabkan beberapa hal:
"Sesungguhnya Allah suka bila melihat bekas nikmat-Nya
pada hambaNya".
"Tiga
hal termasuk kebahagiaan dan
tiga hal termasuk kesengsaraan. Termasuk kebahagiaan
yaitu: wanita shalihah yang jika kamu melihatnya menyenangkanmu, ketika engkau pergi darinya kamu merasa aman
atas
dirinya
dan atas hartamu, dan hewan tunggangan sehingga ia
menghantarkanmu menyusul kawan-kawanmu serta rumah yang luas dan banyak perabotannya. Dan
termasuk kesengsaraan adalah wanita
yang apabila kamu melihatnya maka
engkau merasa enggan, ia menyerangmu
dengan lisannya, jika engkau pergi darinya kamu tidak merasa aman atas dirinya dan atas hartamu; serta
hewan yang lamban, jika engkau memukulnya maka
akan melelahkanmu
dan jika engkau meninggalkannya (tidak memukulnya) maka
tidak menghantarkanmu
menyusul kawan-kawanmu serta rumah yang sedikit perabotannya".
• Memperhatikan kesehatan, misalnya soal ventilasi udara dan masuknya cahaya
matahari ke dalam rumah.
Tetapi beberapa hal di
atas dan hal-hal lainnya
seyogyanya diukur sesuai dengan kemampuan material dan kondisi yang ada, tidak boleh dipaksakan.
Nasehat (38): Memilih Tetangga sebelum Memilih Rumah.
Karena pentingnya
masalah ini, semestinya
dibahas secara tersendiri
sehingga agak mendetail.
Tetangga
pada zaman kita sekarang
ini, memiliki pengaruh yang tidak kecil
terhadap tetangga di sebelahnya. Karena
saling berdekatannya rumah-rumah dan berkumpulnya mereka
dalam flat-flat, kondominium atau
apartemen.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan, empat hal
termasuk kebahagiaan, di antaranya tetangga yang baik. Beliau juga menyebutkan
empat hal termasuk
kesengsaraan, di antaranya
tetangga yang jahat. Karena bahayanya tetangga yang jahat
ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung
kepada Allah daripadanya dengan berdo'a:
"Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga nomaden
(hidup berpindah-pindah, termasuk di dalamnya kontrak beberapa waktu, pent) akan
pindah".
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan umat Islam untuk berlindung pula daripadanya dengan
mengatakan:
"Berlindunglah
kalian kepada Allah dari tetangga yang
jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga yang
nomaden akan berpindah
daripadamu".
Dalam buku kecil ini, tentu tak memadai untuk menjelaskan secara rinci
tentang pengaruh tetangga jahat terhadap suami isteri dan anak-anak, berbagai
gangguan menyakitkan
daripadanya, serta kesusahan
hidup bersebelahan dengannya. Akan tetapi dengan mempraktekkan hadits-hadits yang telah
lalu (dalam masalah bertetangga) sudah
cukup bagi orang yang mau mengambil pelajaran.
Mungkin di antara jalan pemecahannya yang kongkrit
yaitu - seperti yang dipraktekkan
oleh sebagian orang - dengan
menyewakan rumah yang bersebelahan dengan tetangga jahat tersebut
kepada orang-orang yang sekeluarga dengan mereka, meski untuk itu harus merugi dari
sisi materi, karena sesungguhnya tetangga yang baik
tak bisa dihargai dengan materi,
berapapun besarnya.
Nasehat (39):
Memperhatikan Perbaikan
yang Perlu serta Menyediakan Sarana
Kenyamanan.
Diantara nikmat
Allah kepada kita di zaman sekarang ini yaitu diberikanNya kepada kita sarana-sarana
kenyamanan sehingga
memudahkan persoalan kehidupan kita di dunia,
juga menghemat waktu. Seperti
adanya
AC (alat pendingin),lemari es/ mesin cuci dsb.
Sebaiknya
jika memiliki alat-alat seperti itu, kita tidak menggunakannya dengan boros dan
mubadzir. Harus pula bisa membedakan antara kebutuhan
tertier
(pelengkap) yang memang dibutuhkan dan bermanfaat
dengan kebutuhan tertier yang tidak
berguna.
Diantara bentuk perhatian kepada rumah yaitu dengan memperbaiki perabot
dan peralatan yang telah rusak. Sebagian orang meremehkannya,
lalu isteri mereka mengeluh karena banyaknya serangga, sampah yang
menumpuk sehingga menimbulkan bau tak
sedap, di sana sini banyak perabot yang
pecah dan barang-barang berserakan.
Hal-hal di atas tak diragukan lagi, termasuk yang menghalangi terwujudnya
kebahagiaan, menyebabkan persoalan rumah tangga dan kesehatan. Orang yang sehat
akalnya tentu akan menyelesaikan
persoalan- persoalan tersebut.
Nasehat (40): Memperhatikan Kesehatan
Anggota Keluarga dan Pengobatannya.
Bila salah seorang dari anggota keluarga
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sakit, beliau memberi
jampi- jampi dengan membaca
surat-surat mu'awwidzat (surat
Al-lkhlash, surat Al-Falaq
dan surat An-Nas).
Dan bila
anggota keluarga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sakit beliau menyuruh dibuatkan sup, lalu mereka pun disuruhnya menghirup sup tersebut. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya sup itu menguatkan hati orang
yang bersedih dan membuka hati orang yang sakit
sebagaimana salah seorang dari kamu membersihkan kotoran
dari wajahnya".
Tentang beberapa cara tindakan
preventif dan keselamatan; Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika telah sore
maka tahanlah anak-anak
kalian (di rumah),karena
sesungguhnya setan berkeliaran ketika itu. Dan jika sebagian malam telah berlalu maka biarkanlah mereka (keluar sebentar, jika hal itu sangat diperlukan), kuncilah pintu-pintu serta sebutlah
nama Allah, dan tutuplah semua
bejana serta sebutlah nama
Allah,meskipun dengan
meletakkan sesuatu (batang kayu,
misalnya) di atasnya, dan matikanlah lampu-lampu kalian".
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
"Kuncilah pintu-pintu kalian, tutuplah bejana-bejana
kalian,matikanlah lampu-lampu kalian, eratkanlah tutup botol minuman
kalian. Karena sesungguhnya setan tidak
membuka pintu yang terkunci, tidak membuka
penutup, tidak melepas ikatan. Dan sesungguhnya
tikus itu dapat menimbulkan kebakaran dirumah terhadap penghuninya".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian meninggalkan api di rumah kalian saat kalian
sedang tidur".
UNTUK
MEMPERBANYAK ATAU MEMPUBLIKASIKAN
ISI
MATERI INI ( bukan untuk
komersil ) harap memberitahukan pihak :
AL-SOFWA JAKARTA
Jl. Lenteng Agung Barat 35
Jak-Sel 12610, Telp.
021-78836327 , Faks. 788-36326, email: info @alsofwah.or.id
0 komentar:
Post a Comment